BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Pemikiran
tentang Islamisasi ilmu pengetahuan beritik tolak dari pemikiran tentang
hubungan antara islam dan ilmu modern(sain). Beragam pendapat muncul untuk
menafsirkan hubungan tersebut, baik pendapat yang pro maupun kontra.
Pada
tahun 1883, Ernest Renan mengangkat polemik tentang wahyu dan akal. Menurutnya,
agama dan ilmu pengetahuan bersipat abadi, sehingga kebenaran keduanya bersifat
absolut. Premis sekuler ini mendapat reaksi dari Jamaludin al-Afghani, salah
seorang pemikir Muslim dengan seruan agar
umat Islam bersatu dalam sebuah kesadaran kolektif (Pan-Islamisme)[1].
Harun
Nasution, seorang filosof Muslim Indonesia, menjelaskan hubungan antara Islam
dan Ilmu pengetahuan berada pada wilayah ajaran-ajaran Islam yang bersifat
relatif dan nisbi. Wilayah ajaran Islam ini cocok dengan kebenaran ilmu
pengetahuan yang bersifat relatif dan nisbi.[2]
Osman
Bakar (seorang pakar epistemologi sain dari Malaysia) lebih khusus lagi
menjelaskan hubungan antara Islam dan ilmu pengetahuan dengan istilah tauhid
dan sain. Tauhid, yang merupakan doktrin metafisika keesaan Allah yang
terkandung dalam kalimat pertama kesaksian keimanana (syahadat) adalah ide
utama yang membentuk karakter hubungan tersebut. Dalam mempraktikkannya, umat
Islam memberikan ekspresi dalam teori dan prakteknya kepada dua prinsip paling
fundamental hubungan tauhid dan sain, yaitu kesatuan kosmis dan kesatuan
pengetahuan dan sain.[3]
Diskursus
hubungan Islam dan agama, dalam perkembangannya sampai pada terminologi
Islamisasi pengetahuan dari Naquib al-Attas yang kemudian diusung oleh Isma’il
Raji al-Faruqi dan Ziaudin Sardar dengan proyek sain Islamnya.[4]
Naquib
al-Attas mengembangkan konsep Islamisasi ilmu pengetahuan dari Syed Hossein
Nasr, seorang pemikir muslim Amerika kelahiran Iran. Nasr meletakkan asas sains
Islam dalam aspek teori dan prakteknya melalui karyanya Science and
Civilization in Islam (1968) dan Islamic Science (1976). Hal ini ia lakukan
karena menyadari adanya bahaya sekularisme dan modernisme yang akan mengancam
dunia Islam.[5]
Sementara
itu, dengan konsep sain Islamnya, Sardar mengkritik islamisasi ilmu pengetahuan
yang diartikan sebagai mengislamkan seluruh sain. Ia juga mengkritik pendapat
yang menjelaskan adanya relevansi antara ilmu pengetahuan Islam dengan sain
Barat. Baginya tidak mungkin sain Barat relevan dengan sain Islam karena sudah
nampak perbedaan paradigma antara keduanya. Baginya, islamisasi ilmu
pengetahuan harus berangkat dari membangun epistemologi Islam sehingga
benar-benar bisa menghasilkan sistem ilmu pengetahuan yang dibangun di atas
fondasi ajaran Islam.[6]
Sejak
jaman Isma’il Raji al-Faruqi sampai sekarang, islamisasi ilmu pengetahuan
menjadi tema akademis yang sering dibahas dalam forum-forum ilmiah.
Kehadirannya memperluas cakrawala pengetahuan umat Islam, dan sekaligus menjadi
wacana ilmiah yang sering diperdebatkan oleh para pengkajinya.
Sekalipun
Islamisasi Ilmu pengetahuan memiliki berbagai kritik, namun pada kenyataannya
Islamisasi Ilmu pengetahuan adalah salah satu proyek ideologi yang memiliki
tujuan yang baik dan memiliki manfaat dan hikmah yang dapat di manfaatkan oleh
kaum muslimin.
Tulisan
ini akan membahas hikmah atau manfaat dari terjadinya Islamisasi ilmu
pengetahuan bagi umat islam itu sendiri.
B.
Rumusan
Masalah
Dari
uraian latar belakang diatas maka pokok permasalahan yang akan kita bahas
adalah sebagai berikut:
1.
Bagaimanakah
pengertian dari Hikmah Islamisasi Ilmu Pengetahuan?
2.
Apasaja
kah hikmah dari terjadinya Islamisasi Ilmu pengetahuan?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Hikmah Terjadinya Islamisasi Ilmu Pengetahuan
Hikmah
secara bahasa berasal dari bahasa arab yaitu حكم,
يحكم, حكما atau الحكمة yang diserap menjadi
bahasa Indonesia menjadi hikmah, sedangkan menurut KBBI hikmah memiliki arti
kebijaksanaan, sakti atau kesaktian, arti atau makna yang dalam atau manfaat.
Sedangkan secara istilah hikamah memiliki makna manfaat dari sesuatu kejadian
perkara sekaligus tujuannya dan kebaikan-kebaikan ataupun nilai-nilai positif
yang dapat kita petik dari terjadinya suatu perkara atau peristiwa.
Sedangkan
makna atau pengertian dari “Hikmah Terjadinya Islamisasi Ilmu Pengetahuan”
adalah manfaat atau kebaikan-kebaikan yang dapat kita petik dari Islamisasi
ilmu pengetahuan.
B.
Hikmah
Terjadinya Islamisasi Ilmu Pengetahuan
Dalam
perjalanannya setiap suatu konsep atau ide pastilah akan menimbulkan
kritikan-kritikan dari berbagai macap pihak, dan akan mengalami pro dan kontra.
Namun terlepas dari itu semua konsep dari Islamisasi Ilmu Pengetahuan memiliki
manfaat atau hikmah-hikmah yang dapat dipetik manfaatnya dalam kehidupan
sehari-hari.
Diantara
manfaat dan hikmah terjadinga Islamisasi Ilmu Pengetahuan adalah sebagai
berikut:
a.
Mengembaliakan
Ilmu Pengetahuan kepada Agama
Mengembalikan
ilmu pengetahuan kepada agama yaitu mengembalikannya
pada keimanan, dan lebih khusus lagi kepada tauhid.[7]
Secara lebih gamblang, kuntowijoyo memaparkan tujuan tersebut, yaitu “berusaha
supaya umat islam tidak begitu saja meniru metode-metode dari luar dengan
mengembalikan pengetahuan pada pusatnya, yaitu tauhid.
Dengan
mengembalikan pengetahuan kepada tauhid, berarti kita telah mengembalikan
kebenaran-kebenaran yang telah di temukan oleh ilmu pengetahuan kepada
nilai-nilai kebenaran wahyu yang berupa Al-Qur’an dan Hadis. Dengan demikian
ilmu pengetahuan tidak hanya digunakan sebagai jawaban dari masalah-masalah
yang terjadi dalam kehidupan, akan tetapi ilmu pengetahuan digunakan sebagai
jawaban dan pembuktian terhadap kebenaran wahyu.
b.
Pemurnian
Ilmu Pengetahuan
Ilmu pengetahuan yang terjadi di
dunia barat saat ini banyak membawa sekulerisme, yaitu memisahkan nilai-nilai
agama dengan ilmu pengetahuan, sehingga nilai-nilai agama semakin tidak di
pedulikan. Menurut Syed Muhammad Naquib Al-Attas islamisasi adalah jawaban dari
sekulerisasi ilmu pengetahuan.[8]
Dengan
adanya islamisasi didalam ilmu pengetahuan maka akan terjadi pemurnian di dalam
ilmu pengetahuan. Pemurnian ini bertujuan untuk melindungi umat Islam dari ilmu
yang sudah tercemar dengan sekulerisme, yang dapat menimbulkan kekeliruan dan
kesesatan. pemurnian ilmu juga dimaksudkan untuk mengembangkan kepribadian
muslim yang sebenarnya sehingga menambah keimanannya kepada Allah, dan dengan pemurnian
tersebut akan terlahirlah keamanan,
kebaikan, keadilan dan kekuatan iman.
c.
Solusi
Terhadap Dualisme Sistem Pendidikan
Dualisme
dalam sistem pendidikan yang terjadi pada saat ini, adalah promblem yang
menjadi pekerjaan rumah yang harus diselesaikan dan di jawab oleh kaum
muslimin. Dimana dalam perkembangannya sistem pendidikan pada saat ini terbagi
menjadi dua aliran, yaitu sistem pendidikan moderen yang di bawa oleh barat dan
sistem pendidikan Islam. Dengan adanya dualisme tersebut, terjadilah keadaan
yang dilematis di kalangangan kaum muslimin, yaitu sistem pendidikan manakah
yang akan mereka pergunakan.
Dari
kedua sistem pendidikan di atas, masing-masing memiliki kekurangan dan
kelebihan. Disatu sisi kita membutuhkan sistem pendidikan moderen yang dapat
menjawab dan memenuhi kebutahan pendidikan di segala bidang mulai dari
filsafat, kedokteran tehnologi informasi dan sebagainya. Disatu sisi lain juga
kita membutuhkan sistem pendidikan Islam sebagai transformasi dari nilai-nilai
ketuhanan, ahlaq, budi pekerti, kemanusiaan dan sebagainya. Pendidikan islam
juga dibutuhkan sebagai pengembangan dan pengkajian khazanah islam sekaligus
sebagai pertahanan dan keberlangsungannya nilai-nilai keislaman.
Dengan
demikian Islamisasi ilmu pengetahuan, kata Al-Faruqi, adalah solusi terhadap
dualisme sistem pendidikan kaum muslimin saat ini. Baginya dualisme sistem
pendidikan harus dihapuskan dan disatukan dengan paradigma Islam.[9]
Paradigma tersebut bukan imitasi dari barat, bukan juga untuk semata-mata
memenuhi kebutuhan ekonomis dan pragmatis pelajar untuk ilmu pengetahuan profesional,
kemajuan pribadi atau pencapaian materi. Namun paradigma tersebut harus di isi
dan di tanamkan dengan visi misi dan nilai-nilai ke-Islaman.
Al-Faruqi
mengatakan bahwa dengan adanya islamisasi ilmu akan tercipta sebuah pencapaian
diantaranya:
1.
Penguasaan
ilmu moderen.
2.
Penguasaan
khazanah warisan Islam.
3.
Terbagunnya
relevansi islam dengan masing-masing disiplin Ilmu moderen.
4.
Masuknya
nilai-nilai dan khazanah warisan Islam secara kreatif kedalam ilmu moderen.
BAB III
KESIMPULAN
Hikmah adalah tujuan dan manfaat
serta nilai-nilai positif yang dapat kita petik dari sebuah kejadian ataupun
peristiwa. Sedangkan hikmah dari terjadinya islamisasi ilmu pengetahuan dapat
diartikan sebagai nilai-nilai ataupun manfaat yang dapat kita petik dari
peristiwa atau konsep tersebut.
Adapun hikmah dari terjadinya
islamisasi ilmu pengetahuan adalah mengembalikan ilmu pengetahuan kepada Agama,
memurnikan ilmu pengetahuan yang tercemar oleh sekulerisme dan westernisasi,
dan sebagai dari adanaya dualisme didalam sistem pendidikan.
Daftar Pustaka
Kuntowijoyo. Islam sebagai Ilmu:
Epistemologi, Metodologi dan Etika. (Yogyakarta: Tiara Wacana. 2007).
Muzani Syaiful (Editor). Islam Rasional: Gagasan dan Pemikiran
Prof. Dr. Harun Nasution. Bandung: Mizan. 1995.
Bakar Osman. Tauhid dan Sains: Perspektif Islam
tentang Agama dan Sains. Bandung: Pustaka Hidayah. 2008).
Budi Handrianto, Islamisasi
Sains, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar,
2010
[1] Lihat kata pengantar dari penerbit buku
Kuntowijoyo. Islam sebagai Ilmu: Epistemologi, Metodologi dan Etika.
(Yogyakarta: Tiara Wacana. 2007). hlm.v.
[2] Ajaran-ajaran agama terbagi ke dalam dua
kelompok besar. Pertama, ajaran-ajaran dasar dasar yang bersifat mutlak benar,
kekal tak berubah dan tidak boleh dirubah. Kedua ajaran-ajaran hasil penafsiran
manusia dari ajaran-ajaran dasar. Ajaran ini bisa berubah dan bisa diubah.
Lihat Harun dalam Syaiful Muzani (Editor). Islam Rasional: Gagasan dan Pemikiran
Prof. Dr. Harun Nasution. Bandung: Mizan. 1995. hlm.292.
[3] Osman Bakar. Tauhid dan Sains: Perspektif
Islam tentang Agama dan Sains. Bandung: Pustaka Hidayah. 2008). hlm. 29- 30.
[4]
Kuntowijoyo. Islam. hlm. v.
[5] Ibid. Hlm. 5.
[6] Lihat Miftahul Huda di drmiftahulhudauin.multiply.com.
Historisitas Islamisasi Ilmu Pengetahuan. (2009). hlm. 14 -15.
[7] Kuntowijoyo. Islam. hlm. v.
[8] Budi Handrianto, Islamisasi Sains, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2010, hal.
129
[9] Ibid, hal. 139
No comments:
Post a Comment