Wednesday, April 30, 2014

OPINI PUBLIK



OPINI PUBLIK

A.    Definisi  Opini Publik
Istilah opini publik diserap secara utuh dari bahasa Inggris, public opinion, yang kemudian di sesuaikan dengan kaedah bahasa indonesia. Istilah opini publik itu di gunakan, antara lain oleh Omi Abdurrahman (1998). Namun pakar yang lain, seperti Astrid Susanto (1975) dan Anwar Arifin (1998) lebih suka menggunakan istilah pendapat umum sebagai terjemahan dari istilah public opinion.[1]
            Opini publik adalah suatu respons aktif tehadap stimulus suatu respons yang di kontruksi melalui interpretasi pribadi yang berkembang dari dan menyumbang citra (image), sedangkan publik adalah suatu kumpulan orang-orang yang sama minat dan kepentingannya terhadap suatu isu. Jadi yang di maksud dengan opini publik, yaitu suatu opini yang menyangkut isu atau kejadian yang mengandung keprihatinan (concern) publik. Dengan demikian opini publik bukan karena banyaknya jumlah orang, melainkan karena sifatnya yang menyangkut isu publik.[2]
            Secara  sederhana opini publik merupakan kegiatan untuk mengungkapkan atau menyampaikan apa yang oleh masyarakat tertentu di yakini, dinilai dan di harapkan oleh seseorang untuk kepentingan mereka dari situasi tertentu-issue diharapkan dapat menguntungkan pribadi atau kelompok. Opini publik memiliki beberapa proses yang di kenal dengan kontruksi, yaitu sebagai berikut:
§  Kontruksi Personal → opini berupa pengamatan dan interpretasi secara sendiri-sendiri dan subjektif.
§  Kontruksi Sosial
→ opini kelompok: opini pribadi yang diangkat ke kelompok.
→ opini rakyat: opini yang tersistematis melalui jalur yang bebas.
→ opini massa: opini yang beserakan bisa dalam bentuk budaya dan          konsensus, hal inilah yang di sebut sebagai opini publik.
§  Kontruksi politik, hasil dari ketiga kontruksi sosial di atas di hubungkan dengan kegiatan pejabat publik yang mengurus masalah kebijakan umum. Inilah opini yang dikaji dalam komunikasi politik.
Dalam kegiatan sehari hari opini publik memiliki beberapa komponen diantaranya:
§  Keyakinan: Credulity (Pecaya atau tidak), Reliance (tingkat pentingnya terhadap seseorang)
§  Nilai : Nilai-nilai kesejahteraan, nilai-nilai deferensi (menghormati)
§  Eksfektasi, berkaitan dengan kognitif dan kecendrungan.

B.     Karakteristik Opini Publik
Opini publik sebagai penomena sosial dan politik, memiliki beberapa karakteristik antara lain; opini publik merupakan prilaku manusia-manusia individu, dinyatakan secara ferbal, melibatkan banyak individu, situasi dan objeknya dikenal secara luas, penting untuk orang banyak, pendukungnya berbuat atau bersedia untuknya, disadari, diekspresikan, pendukungnya tidak mesti berada pada tempat yang sama, bersifat menentang atau mendukung sesuatu, mengandung unsur-unsur pertentangan, dan efektifitas untuk mencapai objektivitas.
Karakteristik opini publik:
1.      Memiliki arah
2.      Memiliki besaran
3.      Memiliki isi informasi (content)
4.      Stabil, relatif cukup bertahan lama
5.      Memiliki intensitas
6.      Menyangkut suatu hal yang kontroversial
7.      Penampilannya pluralistik

C.    Proses Pembentukan Opini Publik
Moore (2004: 55) berpendapat akar dari proses pembentukan opini adalah sikap (attitude). Sikap adalah perasaan atau suasana hati seseorang mengenai orang, organisasi, persoalan atau objek. Sikap menggambarkan predisposisi seseorang untuk mengevaluasi masalah kontroversional dengan cara menyenangkan ataupun tidak menyenangkan. Secara singkat, sikap adalah suatu cara untuk melihat situasi. Sikap yang diungkapkan adalah opini. Latarbelakang kebudayaan, ras, dan agama seringkali menentukan sikap seseorang. Sama halnya dengan R.P Abelson (dalam Ruslan 1999) bahwa untuk memahami proses pembentukan opini seseoang dan Publik berkaitan erat dengan sikap mental (Attitude), persepsi (persepstion) yaitu proses pemberian makna dan hingga kepercayaan tentang sesuatu (belief).
Menurut Sunarjo (1984), opini, sikap, perilaku, tidak dapat untuk dipisahkan. Ada beberapa konsep yang dikemukakan oleh Sunarjo (1984) tentang opini yaitu :
·         Opini atau pendapat merupakan jawaban terbuka (overt) terhadap suatu persoalan atau issu ataupun jawaban yang dinyatakan berdasarkan kata-kata yang diajukan secara tertulis ataupun lisan.
·         Sikap atau attitude adalah reaksi seseorang yang mungkin sekali terbuka/terlihat, akan tetapi tidak selalu dimaksudkan untuk dinyatakan/ diperlihatkan, karena itu tidak selalu dimaksudkan untuk dinyatakan atau diperlihatkan, karena itu dinyatakan bahwa sikap atau attitude reaksi yang tertutup (covert).
·         Biasanya sikap seseorang mencerminkan sekaligus pendapatnya secara implisit (dari bahasa latin implicite artinya meskipun belum atau tidak disebut, sudah termasuk didalamnya).
·         Opini merupakan pernyatan yang diucapkan atau tertulis/tulisan, maka sikap atau attitude merupakan kecenderungan untuk merespon secara positif atau negatif kepada seseorang yang tertentu, objek atau situasi yang tertentu pula.
·         Opini dianggap sebagai jawaban lisan pada individu yang memberi respon (tanggapan) kepada stimulus dimana dalam situasi/keadaan yang pada umumnya diajukan suatu pertanyaan.
·         Keyakinan merukan sikap dasar seseorang yang biasanya bertujuan mencapai cita-citanya, memecahkan suatu persoalan ataupun mewujudkan suatu rencana.


Tahap terbentuknya opini publik secara singkat adalah:
1.      Munculnya perdebatan/ issue
2.      Diliput secara intensif melalui media masa
3.      Adanya orang yang mempersoalkan issue tersebut
D.    Teori Pembentukan Opini Publik
1.      Hypodermic Needle Theory: teori yang dipergunakan dalam pembentukan opini publik dengan memanfaatkan media, seperti jarum yang menyuntikan informasi secara berulang-ulang kepada khalayak agar terbentuk opini publik. Model komunikasi adalah one way system dengan secara kuat melakukat terpaan isi media. Diharapkan agenda media menjadi media publik dalam bentuk opini publik.
2.      The Spiral of Silence Theory: (E. Noelle-Neuman): yang dibangun dengan empat unsur pokok; media massa, komunikasi antar pribadi dan jalinan interaksi sosial, sistem individu tentang suatu hal dan persepsi orang lain/kecendrungan pendapat tentang satu persoalan yang di lontarkan, penerimaan atas opini publik sebagai akibat kuatnya kecendrungan orang-orang di sekitarnya.
3.      Bandwagon Effect Theory: menjelaskan sebuah situasi yang menunjukan ketika seseorang berusaha untuk menyesuaikan dirinya dengan pendapat mayoritas orang banyak di sekitaarnya. Pendapat umum di sekitarnya. Pendapat umum di sekitarnya akibat terpaan media secara kuat dan kontinu sehingga di percaya kebenaranya. Seseorang berfikir agar tidak terisolasi atau dianggap asing pendapat dan sikapnya maka ia ikut mainstream pendapat umum orang-orang di sekitarnya. Sarana utama pembentukan opini publik dalam teori ini adalah media yang dianggap powerful effect of media. Kecendrungan orang-orang yang memiliki pendapat berbeda tidak mampu menghadapi kuatnya dominasi opini publik sekitarnya.

E.     Survei Opini Publik
Di Negara-negara demokrasi, opini publik telah di ukur  perkembangannya melalui berbagai cara , seperti penjajakan (poling), pengumpulan suara, dan pendapat masyarakat, baik secara lisan maupun tulisan. Secara lisan, dilakukan dengan mengundang lembaga-lembaga tertentu yang dianggap dapat mewakili opini masyarakat untuk manyatakan aspirasinya atau pendapatnya suatu hal yang menyangkut kepentingan umum. Secara tertulis, dilakukan dengan  melalui surat atau mengisi angket yang di edarkan oleh lembaga atau perusahaan yang ingin mengetahui pendapat publik tentang suatu kebijakan atau produknya.
Cara lain mengukur pendapat umum/opini publik adalah attitude scales. Hal ini dilakukan dengan maksud menetapkan berapa banyak orang yang setuju atau tidak setuju tentang suatu masalah. Jika publik ditawarkan beberapa alternatif, maka dapat di ketahui berapa banyak yang memilih alternatif pertama, kedua, dan seterusnya. Opini publik juga dapat di ukur dengan metode wawancara.
Tujuan dari survei opini publik untuk mendapat jawaban terhadap pertanyaan yang seragam dari sejumlah  orang yang dipilih (sampel) yang menurut kriteria dianggap relevan, mewakili sekelompok orang (populasi) yang informasi tentang mereka diperlukan. Sampel tersebut harus merupakan miniatur yang eksak dari populasi atau harus dibangun sedemikian rupa sehingga cara-cara yang membedakan mereka dengan populasi akan membawa informasi yang absah mengenai populasi itu.


[1] Gun gun Heryanto, komunikasi politik, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2013), h.2.
[2] Ibid h.2

“Komunikasi Sebagai Proses Sosial, Politik dan Budaya”



BAB I
PENDAHULUAN
Proses komunikasi di dunia ini, senantiasa diperbaharui hari demi hari. Kalau dulu sistem komunikasi dilakukan lewat pelayanan pos, kemudian berkembang menjadi lebih maju dengan ditemukannya telegraf, kristal transistor, satelit, hingga saat ini yang semakin canggih ialah memory chips berupa peralatan mikro komputer.
Di Indonesia, perkembangan komunikasi juga berjalan sangat cepat. Komunikasi antarpersonal yang dulu menjadi andalan dalam proses komunikasi lambat laun posisinya sudah tergeser oleh media cetak dan elektronik. Hal ini lah yang kemudian membuat persaingan dalam lapangan media massa semakin ketat dan tentu saja mempengaruhi proses komunikasi.
Berangkat dari berkembangnya sistem komunikasi ini, maka muncul pertanyaan, bagaimana komunikasi bisa dijelaskan sebagai proses sosial, budaya, dan politik?










BAB II
PEMBAHASAN
1.      Komunikasi Sebagai Proses Sosial
Menurut Peter L. Berger, hubungan antara manusia dengan masyarakat berlangsung secara dialektis dalam tiga momen: eksternalisasi, objektivasi, dan internalisasi. Berikut ini adalah penjelasannya.
  1. Eksternalisasi ialah proses penyesuaian diri dengan dunia sosiokultural sebagai produk manusia. Dimulai dari interaksi antara pesan iklan dengan individu pemirsa melalui tayangan televisi. Tahap pertama ini merupakan bagian yang penting dan mendasar dalam satu pola interaksi antara individu dengan produk-produk sosial masyarakatnya. Yang dimaksud dalam proses ini ialah ketika suatu produk sosial telah menjadi sebuah bagian penting dalam masyarakat yang setiap saat dibutuhkan oleh individu, maka produk sosial itu menjadi bagian penting dalam kehidupan seseorang untuk melihat dunia luar;
  2. Objektivasi ialah tahap di mana interaksi sosial yang terjadi dalam dunia intersubjektif yang dilembagakan atau mengalami proses institusionalisasi. Pada tahap ini, sebuah produk sosial berada pada proses institusionalisasi, sedangkan individu memanifestasikan diri dalam produk-produk kegiatan manusia yang tersedia, baik bagi produsen-produsennya maupun bagi orang lain sebagai unsur dari dunia bersama. Objektivasi ini bertahan lama sampai melampaui batas tatap muka di mana mereka bisa dipahami secara langsung. Dengan demikian, individu melakukan objektivasi terhadap produk sosial, baik penciptanya maupun individu lain. Kondisi ini berlangsung tanpa harus mereka saling bertemu. Artinya, proses ini bisa terjadi melalui penyebaran opini sebuah produk sosial yang berkembang di masyarakat melalui diskursus opini masyarakat tentang produk sosial, dan tanpa harus terjadi tatap muka antarindividu dan pencipta produk sosial;
  3. Internalisasi ialah proses di mana individu mengidentifikasikan dirinya dengan lembaga-lembaga sosial atau organisasi sosial tempat individu menjadi anggotanya. Terdapat dua pemahaman dasar dari proses internalisasi secara umum; pertama, bagi pemahaman mengenai ‘sesama saya’ yaitu pemahaman mengenai individu dan orang lain; kedua, pemahaman mengenai dunia sebagai sesuatu yang maknawi dari kenyataan sosial.
Kenyataan yang berhadapan antara masyarakat dengan manusia ada hubungan saling mempengaruhi tersebut dibangun tak lain dengan proses komunikasi. Artinya, komunikasi dalam hal ini, adalah sebuah proses sosial di masyarakat. Proses sosial diartikan sebagai pengaruh timbal balik antara berbagai kehidupan bersama. Dalam hubungannya dengan proses sosial, komunikasi menjadi sebuah cara dalam melakukan perubahan sosial (social change). Komunikasi berperan menjembatani perbedaan dalam masyarakat karena mampu merekatkan kembali sistem sosial masyarakat dalam usahanya melakukan perubahan. Namun begitu, komunikasi juga tak akan lepas dari konteks sosialnya. Dapat dikatakan bahwa ia akan diwarnai oleh sikap, perilaku, norma, dan pranata masyarakatnya. Jadi antara komunikasi dan proses sosial saling melengkapi dan saling mempengaruhi. Seperti halnya, hubungan antara manusia dengan masyarakat yang dikemukakan Berger di atas.
Goran Hedebro mengamati hubungan antara perubahan sosial dengan komunikasi, berikut adalah hasil pengamatannya:
1.      Teori komunikasi mengandung makna pertukaran pesan. Tidak ada perubahan dalam masyarakat tanpa peran komunikasi. Dapat dijelaskan bahwa komunikasi hadir pada semua upaya yang bertujuan membawa ke arah perubahan.
  1. Meskipun komunikasi hadir dengan tujuan membawa perubahan, namun ia bukan satu-satunya alat yang dapat membawa perubahan sosial. Komunikasi hanyalah salah satu dari banyak faktor yang menimbulkan perubahan masyarakat.
  2. Media yang digunakan dalam komunikasi berperan melegitimasi bangunan sosial yang ada. Media adalah pembentuk kesadaran yang pada akhirnya menentukan persepsi orang terhadap dunia dan masyarakat sebagai tempat mereka hidup.
  3. Komunikasi adalah alat yang luar biasa guna mengawasi salah satu kekuatan penting masyarakat; konsepsi mental yang membentuk wawasan orang mengenai kehidupan. Mereka yang berada dalam posisi mengawasi media, bisa menggerakkan pengaruh yang menentukan menuju arah perubahan sosial.
Komunikasi sebagai proses sosial adalah bagian integral dari masyarakat. Secara garis besar komunikasi sebagai proses sosial di masyarakat memiliki fungsi-fungsi sebagai berikut:
  • Komunikasi menghubungkan antar berbagai komponen masyarakat. Komponen di sini tidak hanya individu dan masyarakat saja, tetapi juga lembaga-lembaga sosial (pers, humas, universitas), asosiasi pers, asosiasi humas, organisasi desa, dan berbagai lembaga lainnya. Bentuk lembaga tersebut dapat dipertahankan dan tidak sangat tergantung dari peran komunikasi. Jika dalam musyawarah anggota memutuskan suatu asosiasi bubar, tentu tidak dapat dipertahankan lagi.
  • Komunikasi membuka peradaban (civilization) baru bagi manusia. Menurut Koentjaraningrat istilah peradaban dipakai untuk bagian-bagian dan unsur-unsur dari kebudayaan yang halus dan indah, seperti kesenian dan ilmu pengetahuan. Komunikasi telah mengantarkan peradaban negara Barat menjadi maju dalam ilmu pengetahuan.
  • Komunikasi ialah manifestasi kontrol sosial dalam masyarakat. Berbagai nilai (value),  norma (norm), peran (role), cara (usage), kebiasaan, tata kelakuan, dan adat dalam masyarakat yang mengalami penyimpangan akan dikontrol dengan komunikasi, baik melalui bahasa lisan maupun perilaku nonverbal individu.
  • Tanpa bisa diingkari komunikasi berperan di dalam sosialisasi nilai ke masyarakat. Misalnya saja, bagaimana sebuah norma kesopanan disosialisasikan kepada generasi muda dengan menggunakan contoh perilaku orang tua dan nasihat langsung.
  • Individu berkomunikasi dengan orang lain menunjukkan jati diri kemanusiaannya. Seseorang akan diketahui jati dirinya sebagai manusia karena menggunakan komunikasi. Komunikasi juga berarti mencerminkan identitas sosial individu tersebut di lingkungan masyarakat.
2.      Komunikasi Sebagai Proses Budaya
Menurut Jalaluddin Rakhmat dan Deddy Mulyana, di dalam bukunya yang berjudul Komunikasi Antarbudaya, sekurang-kurangnya ada tiga pandangan terhadap komunikasi, yaitu:
1.      Komunikasi sebagai aktifitas simbolik
Ketika sedang berkomunikasi, kita biasanya menggunakan simbol-simbol bermakna yang diubah ke dalam kata-kata verbal (nonverbal) untuk diperagakan. Simbol-simbol komunikasi yang dimaksud dapat berbentuk tindakan, aktifitas, atau tampilan objek yang mewakili makna tertentu. Makna adalah persepsi, pikiran, atau perasaan yang dialami seseorang yang selanjutnya akan dikomunikasikan kepada orang lain.

2.      Komunikasi sebagai proses
Komunikasi merupakan aktifitas yang terjadi secara terus berlangsung, dinamis, dan berkesinambungan sehingga selalu mengalami perubahan.

3.      Komunikasi sebagai pertukaran makna
Makna adalah pesan yang dimaksudkan oleh pengirim dan diharapkan dimengerti pula oleh penerima. Permasalahannya adalah bagaimana setiap orang mampu membuat kata-kata menjadi bermakna.

Komunikasi adalah salah satu wujud kebudayaan. Sebab, komunikasi hanya bisa terwujud setelah sebelumnya ada suatu gagasan yang akan dikeluarkan oleh pikiran individu. Jika komunikasi itu dilakukan dalam suatu komunitas, maka menjadi sebuah kelompok aktivitas (kompleks aktivitas dalam lingkup komunitas tertentu). Dan pada akhirnya, komunikasi yang dilakukan tersebut tak jarang membuahkan suatu bentuk fisik misalnya hasil karya seperti sebuah bangunan. Bukankah bangunan didirikan karena ada konsep, gagasan, kemudian didiskusikan (dengan keluarga, pekerja atau arsitek) dan berdirilah sebuah rumah. Maka komunikasi, nyata menjadi sebuah wujud dari kebudayaan. Dengan kata lain, komunikasi bisa disebut sebagai proses budaya yang ada dalam masyarakat.
Jika ditinjau secara lebih kongkrit, hubungan antara komunikasi dengan isi kebudayaan akan semakin jelas :
Ø  Dalam mempraktekkan komunikasi manusia membutuhkan peralatan-peralatan tertentu. Secara minimal komunikasi membutuhkan sarana berbicara seperti mulut, bibir dan hal-hal yang berkaitan dengan bunyi ujaran. Ada kalanya dibutuhkan tangan dan anggota tubuh lain (komunikasi non verbal) untuk mendukung komunikasi lisan. Ditinjau secara lebih luas dengan penyebaran komunikasi yang lebih luas pula, maka digunakanlah peralatan komunikasi massa seperti televisi, surat kabar, radio dan lain-lain.
Ø  Komunikasi menghasilkan mata pencaharian hidup manusia. Komunikasi yang dilakukan lewat televisi misalnya membutuhkan orang yang digaji untuk “mengurusi” televisi.
Ø  Sistem kemasyarakatan menjadi bagian tak terpisahkan dari komunikasi, misalnya sistem hukum komunikasi. Sebab, komunikasi akan efektif manakala diatur dalam sebuah regulasi agar tidak melanggar norma-norma masyarakat. Dalam bidang pers, dibutuhkan jaminan kepastian hukum agar terwujud kebebasan pers. Namun, kebebasan pers juga tak serta merta dikembangkan di luar norma masyarkat. Di sinilah perlunya sistem hukum komunikasi.
Ø  Komunikasi akan menemukan bentuknya secara lebih baik manakala menggunakan bahasa sebagai alat penyampai pesan kepada orang lain. Wujud banyaknya bahasa yang digunakan sebagai alat komunikasi menunjukkan bahwa bahasa sebagai isi atau wujud dari komunikasi. Bagaimana penggunaan bahasa yang efektif, memakai bahasa apa, siapa yang menjadi sasaran adalah manifestasi dari komunikasi sebagai proses budaya. Termasuk di sini juga ada manifestasi komunikasi sebagai proses kesenian misalnya, di televisi ada seni gerak (drama, sinetron, film) atau seni suara (menyanyi, dialog).
Ø  Sistem pengetahuan atau ilmu pengetahuan merupakan substansi yang tak lepas dari komunikasi. Bagaimana mungkin suatu komunikasi akan berlangsung menarik dan dialogis tanpa ada dukungan ilmu pengetahuan? Ilmu pengetahuan ini juga termasuk ilmu tentang berbicara dan menyampaikan pendapat. Bukti bahwa masing-masing pribadi berbeda dalam penyampaian, gaya, pengetahuan yang dimiliki menunjukkan realitas tersebut.
Komunikasi sebagai proses budaya tak bisa dipungkiri menjadi obyektivasi antara budaya dengan komunikasi. Proses ini meliputi peran dan pengaruh komunikasi dalam proses budaya. Komunikasi adalah proses budaya karena di dalamnya ada proses seperti layaknya sebuah proses kebudayaan, punya wujud dan isi serta kompleks keseluruhan. Sesuatu dikatakan komunikasi jika ada unsur-unsur yang terlibat di dalamnya. Kebudayaan juga hanya bisa disebut kebudayaan jika ada unsur-unsur yang terlibat di dalamnya yang membentuk sebuah sistem.

3.      Komunikasi di dalam Sistem Politik
Sebagaimana diketahui konsep komunikasi politik di dalam ilmu politik telah mengalami perkembangan dalam pengertiannya. Gabriel Almond pernah mengkategorikannya sebagai salah satu dari empat fungsi input sistem politik. Kemudian Alfian, di dalam bukunya yang berjudul Komunikasi Politik dan Sistem Politik Indonesia, menjadikan komunikasi politik sebagai penyebab bekerjanya semua fungsi dalam sistem politik. Komunikasi politik diibaratkan sebagai sirkulasi darah di dalam tubuh. Bukan darahnya, tapi apa yang terkandung di dalam darah itu yang menjadikan sistem politik itu hidup. Lebih lanjut Alfian menjelaskan komunikasi politik, sebagai layaknya darah, mengalirkan pesan-pesan politik berupa tuntutan, protes, dan dukungan yang berupa aspirasi dan kepentingan, untuk dibawa ke jantung sebagai pusat pemrosesan sistem politik. Lalu hasil pemrosesan itu disimpulkan dalam bentuk fungsi-fungsi output untuk dialirkan kembali oleh komunikasi politik yang selanjutnya menjadi feedback di dalam sistem politik.
Dengan kata lain, komunikasi politik menyambungkan semua bagian dari sistem politik dan juga masa kini dengan masa lampau, sehingga dengan demikian aspirasi dan kepentingan dikonversikan menjadi berbagai kebijakan. Apabila komunikasi itu berjalan lancar, wajar, dan sehat, maka sistem politik itu akan mencapai tingkat kualitas responsif yang tinggi terhadap perkembangan aspirasi dan kepentingan masyarakat serta tuntutan perubahan zaman. Hal itu biasanya terjadi pada suatu sistem politik yang mampu mengembangkan kapasitas dan kapabilitasnya secara terus-menerus.
Bagaimana komunikasi politik menyambungkan seluruh bagian dari sistem politik? Pertanyaan ini bisa dijawab dengan contoh berikut ini. Orang tua, sekolah, pemuka agama, dan tokoh masyarakat melalui komunikasi politik menanamkan nilai-nilai ke dalam masyarakat. Para pemimpin organisasi politik dan kelompok kepentingan mengkomunikasikan aspirasi dan kepentingan masyarakat sebagai kehendak mereka serta rekomendasi kebijakan untuk memenuhinya. Setelah menerima informasi dari berbagai pihak, mereka yang bertugas melaksanakan fungsi legislatif membuat undang-undang yang dianggap perlu dan relevan, yang kemudian dikomunikasikan kepada pihak yang berwenang untuk melaksanakannya. Proses pelaksanaannya dikomunikasikan kepada masyarakat dan dinilai oleh masyarakat sehingga penilaian itu dikomunikasikan lagi. Dalam seluruh proses komunikasi politik, media massa baik cetak maupun elektronik, memainkan peran penting, selain saluran-saluran lainnya seperti tatap muka, surat-menyurat, media tradisional, organisasi, keluarga, dan kelompok pergaulan.
Sebagaimana bisa ditinjau, pada setiap bagian dari sistem politik terjadi komunikasi politik, mulai dari proses penanaman nilai (sosialisasi politik atau pendidikan politik) sampai kepada pengartikulasian dan penggabungan aspirasi dan kepentingan, terus kepada proses pengambilan kebijakan, pelaksanaan, dan penghakiman terhadap kebijakan tersebut. Tiap-tiap bagian atau tahap-tahap itu disambungkan pula oleh komunikasi politik.
Demikianlah, secara simultan, timbal-balik, vertikal maupun horizontal dalam suatu sistem politik yang handal, sehat, dan demokratis, komunikasi politik terjadi pada setiap bagian dari keseluruhan sistem politik. Sistem politik seperti itu sudah berhasil menjadikan dirinya sistem politik yang mapan dan handal, yakni sistem politik yang memiliki kualitas kemandirian yang tinggi untuk mengembangkan dirinya secara kontinyu. Itulah sistem politik yang sudah tinggal landas secara self-sustainable.
Lebih jauh bisa digambarkan peranan penting komunikasi politik dalam memelihara dan meningkatkan kualitas kehandalan suatu sistem politik yang sudah mapan. Ia berperan penting sekali dalam memelihara dan mengembangkan budaya politik yang ada dan berlaku yang telah menjadi landasan yang mantap dari sistem politik yang mapan dan handal itu. Komunikasi politik mentransmisikan nilai-nilai budaya politik yang bersumber dari pandangan hidup atau ideologi bersama masyarakatnya kepada generasi baru (anak-anak, remaja, dan pemuda, termasuk mahasiswa) dan memperkuat proses pembudayaannya dalam diri generasi yang lebih tua. Maka dari itu, budaya politik mampu terpelihara dengan baik, bahkan mungkin berakar dan terus berkembang dari satu generasi ke generasi berikutnya. Bersamaan dengan itu, komunikasi politik bisa menyatu dan menjadi bagian integral dari budaya politik tersebut. Komunikasi politik berakar, hidup, dan berkembang bersama-sama dengan budaya politiknya.

4.      Komunikasi sebagai Proses Politik
Dengan komunikasi, maka realitas, sejarah, tradisi politik bisa dihubungan dan dirangkaikan dari masa lalu untuk dijadikan acuan ke masa depan. Dengan komunikasi sebagai proses politik, berbagai tatanan politik berubah sesuai dengan tuntutan masyarakat akan berubah. Misalnya, tradisionalisme. Berbagai adopsi tradisi luar juga tidak akan mudah diterima begitu saja dan suatu saat akan mengalami kegagalan seandainya bertentangan dengan tradisi yang sudah ada. Ada beberapa catatan yang bisa ditarik ketika kita memperbincangkan komunikasi sebagai proses politik, yakni sebagai berikut:
  1. Komunikasi memiliki peran signifikan dalam menentukan proses perubahan politik di Indonesia. Ini bisa dilihat dari perubahan format lembaga kepresidenan yang dahulunya sakral kemudian menjadi tidak sakral. Ini semua diakibatkan terbinanya komunikasi politik yang baik antara masyarakat dan pemerintah.
  2. Kita pernah mewarisi komunikasi politik yang tertutup sehingga mengakibatkan ideologi politik yang tidak terbuka. Kemudian timbul penafsiran ada pada pihak penguasa yang mendominasi dan mengontrol semua bagian, sehingga memunculkan hegemoni dan pola atau arus komunikasi top down yang indoktrinatif.
  3. Komunikasi masih dipengaruhi oleh tradisi politik masa lalu. Tradisi politik yang mementingkan keseimbangan, harmoni, dan keserasian masih diwujudkan meskipun dalam kenyataannya tradisi itu justru dijadikan alat legitimasi politik penguasa atas nama stabilitas. Keterpengaruhan ini juga termanifestasikan pada budaya sungkan yang masih kental dalam tradisi komunikasi kita.
  4. Sebagai proses politik, komunikasi menjadi alat yang mampu untuk mengalirkan pesan politik (berupa tuntutan dan dukungan) ke pusat kekuasaan untuk diproses. Proses itu kemudian dikeluarkan kembali dan selanjutnya menjadi umpan balik. Ini artinya, komunikasi sebagai proses politik adalah aktivitas tanpa henti.

I.                    PENDAHULUAN Dunia Islam kontemporer dimulai sejak tahun 1342-1420 H/1922-2000 M. [1] India adalah negeri yang...