Wednesday, January 21, 2015


I.                   PENDAHULUAN

Dunia Islam kontemporer dimulai sejak tahun 1342-1420 H/1922-2000 M.[1] India adalah negeri yang memiliki wilayah yang luas dan terdiri atas banyak bangsa, bahasa, dan agama. kaum muslimin telah menaklukannya dan mendirikan kerajaan di ibukota Dhelhi, lalu kekuasaannya meluas. Namun, kemudian terpecah menjadi negeri-negeri kecil yang terpecah belah dan saling berselisih.
Rangkaian ekspansi kaum muslimin ke India terpaut pada masa yang sangat jauh kebelakang. Tercatat bahwa ekspansi pertama yang dilakukan mereka kesana terjadi pada tahun ke-15 setelah Rasulullah wafat. Sejak itu, ekspansi bangasa Arab ke India terjadi secara berkelanjutan sampai abad ke-18 M dan ekspansi tersebut dilakukan dari barat laut. Sebagian diantara mereka ada yang menetap  di India dan menjadi para Raja yang sangat berjasa bagi kemajuan kebudayaan Islam.
Pada masa pemerintahan Muawiyah bin Abu Sofyan, tercatat pada tahun 44 H Al Mullahab bib Abu Sufroh melakukan serangan ke negeri Shin. penaklukan yang dilakukan Al Mullahab ini membentang sampai ke wilayah-wilayah yang terletak antara Qabul dan Almultan. Kemudian penaklukan di wilayah ini dilanjutkan oleh kaum muslimin sehingga penaklukan tersebut meliputi Qauqan, Kaikan, dan Daibal.
Ketika Al Walid bin Abdul Malik menjadi Khalifah (86-96 H), Al Hajjaj bin Yusuf Ats-Tsakhofi telah menginstruksikan Muhammad bin Al Khosim agar memerangi India. Maka pada tahun 9 H Muhammad bergerak menuju India dan mengadakan pengepungan terhadap wilayah yang berbatasan dengan Daibal.[2]
Islam diperkenalkan di anak benua India dalam bentuk sebuah peradaban yang telah berkembang yang diwarnai dengan budaya pertanian (agrikultural), urbanisasi, dan keagamaan yang terorganisir secara mapan. Sementara itu peradaban India diwarnai dengan system kasta, Hinduisme, brahmanik, dan keyakinan budha, dan diwarnai dengan dominasi elite Rajput dan elite politik Hindhu lainnya. Penaklukan muslim melahirkan sebuah elit baru dan sebuah tingkat integrasi polotik, dan menandai awal proses berkembangnya sebuah peradaban muslim yang khas.
Dalam makalah ini akan membahas mengenai “Pola Dakwah Islam di India” melalui pembahasan sejarahnya, pola dakwahnya, dan pengaruhnya dalam kehidupan di India.

II.      RUMUSAN MASALAH
1.      Sejarah Dakwah Islam di India
2.      Pola Dakwah di India
3.      Pengaruh Islam di India


III.      PEMBAHASAN 

1.        Sejarah Dakwah Islam di India
Sesungguhnya dalam abad pertama hijriah agama Islam sudah masuk ke tanah India pada tahun 637 M yaitu pada masa pemeritahan khalifah Umar bin Khatab, armada Islam yang pertama telah bertolak dari Oman dan Bahrain, menuju pantai barat tanah India. Dalam tahun 664 M raja dari Kabul telah mengakui ketundukannya kepada kerajaan Islam. Pada tahun 712 M/93 H khalifah Walid bin Abdul Malik (Dinasti Umayyah) telah mengirim Emir Muhammad ibn Qasim untuk menaklukkan tanah India.[3]
Pada zaman Nabi Islam masuk  ke kawasan Asia Selatan (dulu India) secara penetration pacifique melalui hubungan perdagangan di kota-kota pesisir pantai barat dan selatan. Pada waktu itu kondisi sosial dan politik India sedang rapuh dengan terjadinya penindasan kaum kasta Brahmana terhadap kasta yang lebih rendah dan orang Budha, juga terjadinya perebutan kekuasaan diantara raja-raja Hindu. Dalam kondisi yang demikian pasukan Islam dibawah pimpinan Muhammad ibn Qasim datang membawa harapan bagi keselamatan orang yang tertindas melalui penerapan keadilan sosial yang memberi harapan baru.[4]
Delhi adalah kerajan Islam India sejak tahun 608 H/1211 M. Sebagai ibu kota kerajaan Islam, Delhi menjadi pusat kebudayaan dan peradaban Islam di anak benua India.
Delhi terletak di pinggir Sungai Jamna. Mula-mula Delhi di kuasai Islam di taklukkan oleh Quthb Ad-din Aybak. Tahun 602 H/1204 M oleh Quthb Ad-din Aybak di jadikan kerajaan Islam Mongol. Zhahiruddin Babur raja Dinasti Mongol pertama, merebut Delhi dari tangan Dinasti Lodi.
Setelah Delhi di hancurkan oleh tentara Timur Lenk, kekuasaan raja-raja yang berkedudukan di Delhi merosot tajam. Ketika itulah Dinasti Lodi mengambil kota Agra sebagai ibu kota, sementara Delhi menjadi kota yang kurang penting. Kota Agra itu pula untuk pertama kalinya menjadi ibu kota kerajaan Mongol, ketika Zahiruddin Babur mengalahkan Dinasti Lodi. Kota Delhi menjadi ibu kota Mongol pada masa Humayun (1530-1556), seorang raja yang cinta ilmu. Raja Mongol lainnya, Syah Jehan(1628- 1658) mendirikan kota Syahjahanabad. Syah Jehan mendirikan monument sejarah yang sangat indah dan menjadi salah satu Tujuh Keajaiban dunia, yaitu Taj Mahal, sebuah monument untuk mengenang istri tercintanya Muntaz Mahal.[5]
Sejarah masuknya Islam di India dapat di bagi menjadi empat periode, yaitu awal masuknya Islam sejak zamannya nabi SAW sampai dinasti Ghuri, Islam pada masa kesultanan Delhi 1206-1526M, dan Islam pada masa dinasti Mughol 1526-1857 M dan penjajahan serta pergolakan Islam sampai lahirnya Pakistan dan berdirinya Bangladesh.
-          Tokoh-tokoh, dari:
§  Kashmir. Penguasa yang paling terkemuka adalah keluarga Syamsuddin Syah Mirza pada masa antara tahun 744-970 H/1343-1562 M. Pada tahun 995 H/1568 M keluarga timuriyah menguasainya
§  Sind. Keluarga penguasa terkemuka adalah Sam Mani kemudian Satmakan, lalu keluarga Syah Beik al-Kandahari. secara berturut-turut keluarga ini memerintah antara tahun 865-995 H/1460-1586 M.
§  Punjab. Dahulunya mengikuti raja-raja Delhi, kemudian keluarga Al-Afganistani Raisharah berkuasa hingga tahun 932 H/1526 M, yang kemudian dikuasai oleh Babur Syah At-Timuri.
§  Gujarat (India Barat). Diperintah oleh keluarga Muzhaffar Syah antara tahun 810-992 H/4071584 M, Kemudian dikuasai oleh orang-orang taimuriyah.
-          Masa Pemerintahan-pemerintahan Islam di India (198-392 H/813-1001 M)
Pemerintahan-pemerintahan ini mayoritas muncul pada masa kelemahan khalifah Abbasiyah, sebagai hasil dari penguasaan orang-orang Turki terhadap sebagian wilayah yang terbesar di India. Diantara pemerintahan-pemerintahan ini yang terkenal adalah sebagai berikut:
§  Pemerintahan Al Mahaniyah di Sindan pada tahun 198 H, pendirinya adalah Fadhl ibn Mahan
§  Pemerintahan Al Hibariyyah di Sind pada tahun 240 H, pendirinya adalah Umar bin Abdul Aziz Al Hibari
§  Pemerntahan As Saniyah di Multan pada tahun 279 H, pendirinya adalah Muhammad bin Qasim As Sami
§  Pemerintahan Ismailliyah di Multan pada tahun 375 H diantara penguasanya yang terkenal adalah Jalm bin Syaiban
§  Pemerintahan Al Ma’daniyah di Makran pada tahun 340 H, pendirinya adalah Isa bin Ma’dan
§  India tunduk pada pemerintahan Ghaznawiyah pada masa 366-582 H/976-1186 M. Penguasanya yang paling terkenal adalah Sultan Mahmud yang menyerang India sebanyak 17 kali. Setelah itu India tunduk kepada pemerintahan Al Ghawriya pada masa 582-602 H/1186-1205 M.[6]
2.      Pola Dakwah di India
Masuknya agama Islam di India tidaklah serta merta begitu saja, akan tetapi penuh dengan perjuangan. Agama Islam dapat dengan segera mengembangkan sayapnya sampai ke tanah India, disebabkan antara lain karena antara orang Arab dan orang Hindu berabad-abad sebelum agama Islam itu lahir, sudah ada juga hubungan yang baik antara kedua bangsa itu, terutama dalam lapangan perdagangan.
Salah satu jalan masuknya Islam di India adalah melalui jalur perdagangan, dan penaklukan.
Salah satu metode yang digunakan adalah metode bil-hal. Media dakwah yang digunakan adalah melalui peperangan dan penaklukan, setelah itu dikembangkan melalui masjid-masjid yang dibangun setelah masuknya Islam, seperti yang di lakukan oleh rombongan Syaraf b.Malik.[7] Setelah itu Islam berkembang seiring berkembangnya pemerintahan Islam di India. Islam menggunakan toleransi sebagai jalan dalam syiarnya. Karena pada awal masuk kondisi India mayoritas pemeluk kepercayaan Hindu-Budha.
3.      Pengaruh Islam di India
Pengaruh Islam di India, terdiri dari berbagai bidang. Berikut uraian dari sebagian pengaruh-pengaruh tersebut.
Dalam kepemimpinannya, Muhammad ibn Qasim telah meletakkan dasar-dasar bermasyarakat yang baik dan harmonis. Dalam kebijakan pertahanan ia melarang tentara arab untuk memiliki tanah di daerah perang dengan pertimbangan : mutu tentara turun, hasil prosuksi pertanian tidak baik karena orang arab kurang mahir dalam bidang pertanian, negara dirugikan 80%, rakyat pribumi kehilangan pekerjaan sehingga akan mudah terjadi pemberontakan. Dia juga membagikan pemerataan kekuasaannya kepada non-muslim. Walaupun kelas sosial sind sebagai kelas dzimmi, ibn Qasim memberikan perlakuan sama terhadap mereka dengan tidak membedakan antara arab dan non-arab.
Selain itu ibn Qasim juga menjadi sebab semakin banyaknya orang arab yang menetap di India untuk melakukan perdagangan dengan orang-orang pribumi. Pusat perdagangan yang terkenal antara lain, daibul, pantai malabar, pantai karamandel termasuk ceylon, madura, saptagram, chittagong, samandar, dan akyab (sekarang di birma).
Kuil-kuil yang pernah hancur dan rusak dibangun kembali dengan biaya pemerintah, renovasi ini atas pertimbangan kedisiplinan penduduk dalam membayar pajak kepada negara, menjadi kewajiban negara untuk melindungi penduduk sind.
Di samping itu, ia juga menerapkan keadilan diseluruh tingkat masyarakat, masyarakat bisa bertemu langsung dengan ibn Qasim tanpa ada perantara. dalam bidang militer, penyeleksian masuk dinas militer sebelumnya didasarkan pada kasta-kasta, pola ini tidak diberlakukan lagi oleh ibn Qasim, siapa saja yang mampu diperkenankan untuk masuk dinas militer.
Pengaruh Islam lainnya yang cukup besar adalah mulai dilarangnnya sati daho sampai akhirnya dilarang secara resmi, dalam bidang ilmu pengetahuan, banyak buku India yang diterjemahkan ke dalam bahasa arab pada abad 8 M. Pada saat itu banyak ilmuan arab dikirim ke India untuk mempelajari ilmu-ilmu yang ada di India. Seperti ahli astronomi arab, abu manshar, belajar di beneras, pusat kebudayaan hindu. Selama sepuluh tahun abu yazid al-bustami pernah tinggal di sind dan berguru kepada penduduk pribumi dan masih banyak lagi yang lain.
Al-Biruni mencatat pula tentang sistem keadilan hindu pada zaman dulu sangat longgar. Para Brahmana tidak dihukum atas kesalahannya. Ia juga menjelaskan tentang administrasi pemerintahan dimana pajak sangat rendah. Hasil bumi dicatat sebagai pajak bagi pemerintah. Disamping itu sistem kasta juga menjadi jurang pemisah antara suku, kasta, dan warna kulit. Yang pada akhirnya semua itu dapat diselesaikan dengan masuknya invasi Islam ke India.
Bangunan-bangunan yang didirikan-pun bercorak campuran antara gaya Syiria, Bizantium, Mesir dan Iran dengan detilnya hindu, jaina atau budha. Kontak antara Islam dan hindu menghasilkan evolusi gaya yang kadang-kadang disebut indo-muslim.

IV.      KESIMPULAN
Sesungguhnya dalam abad pertama hijriah agama Islam sudah masuk ke tanah India pada tahun 637 M yaitu pada masa pemeritahan khalifah Umar bin Khatab, armada Islam yang pertama telah bertolak dari Oman dan Bahrain, menuju pantai barat tanah India. Dalam tahun 664 M raja dari Kabul telah mengakui ketundukannya kepada kerajaan Islam. Pada tahun 712 M/93 H khalifah Walid bin Abdul Malik (Dinasti Umayyah) telah mengirim Emir Muhammad ibn Qasim untuk menaklukkan tanah India.
Sejarah masuknya Islam di India dapat di bagi menjadi empat periode, yaitu awal masuknya Islam sejak zamannya nabi SAW sampai dinasti Ghuri, Islam pada masa kesultanan Delhi 1206-1526M, dan Islam pada masa dinasti Mughol 1526-1857 M dan penjajahan serta pergolakan Islam sampai lahirnya Pakistan dan berdirinya Bangladesh.
Masuknya agama Islam di India tidaklah serta merta begitu saja, akan tetapi penuh dengan perjuangan. Agama Islam dapat dengan segera mengembangkan sayapnya sampai ke tanah India, disebabkan antara lain karena antara orang Arab dan orang Hindu berabad-abad sebelum agama Islam itu lahir, sudah ada juga hubungan yang baik antara kedua bangsa itu, terutama dalam lapangan perdagangan.
Mempelajari sejarah dakwah para pejuang Islam di India dapat memberikan pengetahuan baru, sehingga kita dapat mengambil pelajaran dari metode-metode yang masih relevan dengan kondisi saat ini untuk diterapkan di masa sekarang ataupun di masa mendatang.
Diantara beberapa pelajaran yang bisa diambil adalah:
-          Sikap toleran dalam dakwah
-          Memanfaatkan kondisi lingkungan dan masyarakat sebagai media dakwah
-          Memaksimalkan media yang ada
-          Akan lebih berhasil jika dakwah ditunjang dengan perilaku pelaku dakwah (Bil-Hal)






DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Al-Usairi, Sejarah Islam (Sejak Zaman Nabi Adam hingga abad XX), Jakarta: Akbar, 2003.
C. Israr, Sejarah Kesenian Islam (Jilid 2), Jakarta: Bulan Bintang, 1978
Hasan Ibrahim Hasan, Sejarah dan Kebudayaan Islam II, Jakarta: Kalam Mulia, 2001.
IRA. M. Lapidus, Sejarah social umat Islam (bag. I & 2), Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1999.
M. Abdul Karim, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam, Yogyakarta: Pustaka Book Publisher, 2007.
Musyrifah Sunanto, Sejarah Islam Klasik (Perkembangan Ilmu Pengetahuan Islam), Jakarta: Kencana, 2003.
Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: Amzah, 2009.
Soebardi & Haesojo, Pengantar Sejarah dan Ajaran Islam, Binacipta, 1983.
Thomas W. Arnold, Sejarah Dakwah Islam, Jakarta: Widjaya Jakarta, 1981.




[1] Ahmad Al Ussairi, Sejarah Islam (sejak zaman Nabi Adam hingga abad XX), (Jakarta: Akbar, 2003), Cet. I, Hal. 7
[2] Hasan Ibrahim Hasan, Sejarah dan Kebudayaan Islam II, (Jakarta: Kalam Mulia, 2001), Cet. I, Hal. 56
[3] C. Israr, Sejarah Kesenian Islam (Jilid 2), Jakarta: Bulan Bintang, 1978, Hal. 97-98
[4] M. Abdul Karim, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam, (Yogyakarta: Pustaka Book Publisher, 2007), Cet. I, Hal. 255

[5] Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Amzah, 2009), Cet. I, Hal. 291-292
[7] Thomas W. Arnold, Sejarah Dakwah Islam, Jakarta: Widjaya Jakarta 1981, Hal.230

hikmah terjadinya islamisasi sains

BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang Masalah
Pemikiran tentang Islamisasi ilmu pengetahuan beritik tolak dari pemikiran tentang hubungan antara islam dan ilmu modern(sain). Beragam pendapat muncul untuk menafsirkan hubungan tersebut, baik pendapat yang pro maupun kontra.
Pada tahun 1883, Ernest Renan mengangkat polemik tentang wahyu dan akal. Menurutnya, agama dan ilmu pengetahuan bersipat abadi, sehingga kebenaran keduanya bersifat absolut. Premis sekuler ini mendapat reaksi dari Jamaludin al-Afghani, salah seorang pemikir Muslim dengan seruan agar  umat Islam bersatu dalam sebuah kesadaran kolektif (Pan-Islamisme)[1].
Harun Nasution, seorang filosof Muslim Indonesia, menjelaskan hubungan antara Islam dan Ilmu pengetahuan berada pada wilayah ajaran-ajaran Islam yang bersifat relatif dan nisbi. Wilayah ajaran Islam ini cocok dengan kebenaran ilmu pengetahuan yang bersifat relatif dan nisbi.[2]
Osman Bakar (seorang pakar epistemologi sain dari Malaysia) lebih khusus lagi menjelaskan hubungan antara Islam dan ilmu pengetahuan dengan istilah tauhid dan sain. Tauhid, yang merupakan doktrin metafisika keesaan Allah yang terkandung dalam kalimat pertama kesaksian keimanana (syahadat) adalah ide utama yang membentuk karakter hubungan tersebut. Dalam mempraktikkannya, umat Islam memberikan ekspresi dalam teori dan prakteknya kepada dua prinsip paling fundamental hubungan tauhid dan sain, yaitu kesatuan kosmis dan kesatuan pengetahuan dan sain.[3]
Diskursus hubungan Islam dan agama, dalam perkembangannya sampai pada terminologi Islamisasi pengetahuan dari Naquib al-Attas yang kemudian diusung oleh Isma’il Raji al-Faruqi dan Ziaudin Sardar dengan proyek sain Islamnya.[4]
Naquib al-Attas mengembangkan konsep Islamisasi ilmu pengetahuan dari Syed Hossein Nasr, seorang pemikir muslim Amerika kelahiran Iran. Nasr meletakkan asas sains Islam dalam aspek teori dan prakteknya melalui karyanya Science and Civilization in Islam (1968) dan Islamic Science (1976). Hal ini ia lakukan karena menyadari adanya bahaya sekularisme dan modernisme yang akan mengancam dunia Islam.[5]
Sementara itu, dengan konsep sain Islamnya, Sardar mengkritik islamisasi ilmu pengetahuan yang diartikan sebagai mengislamkan seluruh sain. Ia juga mengkritik pendapat yang menjelaskan adanya relevansi antara ilmu pengetahuan Islam dengan sain Barat. Baginya tidak mungkin sain Barat relevan dengan sain Islam karena sudah nampak perbedaan paradigma antara keduanya. Baginya, islamisasi ilmu pengetahuan harus berangkat dari membangun epistemologi Islam sehingga benar-benar bisa menghasilkan sistem ilmu pengetahuan yang dibangun di atas fondasi ajaran Islam.[6]
Sejak jaman Isma’il Raji al-Faruqi sampai sekarang, islamisasi ilmu pengetahuan menjadi tema akademis yang sering dibahas dalam forum-forum ilmiah. Kehadirannya memperluas cakrawala pengetahuan umat Islam, dan sekaligus menjadi wacana ilmiah yang sering diperdebatkan oleh para pengkajinya.
Sekalipun Islamisasi Ilmu pengetahuan memiliki berbagai kritik, namun pada kenyataannya Islamisasi Ilmu pengetahuan adalah salah satu proyek ideologi yang memiliki tujuan yang baik dan memiliki manfaat dan hikmah yang dapat di manfaatkan oleh kaum muslimin.
Tulisan ini akan membahas hikmah atau manfaat dari terjadinya Islamisasi ilmu pengetahuan bagi umat islam itu sendiri.
B.       Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang diatas maka pokok permasalahan yang akan kita bahas adalah sebagai berikut:
1.      Bagaimanakah pengertian dari Hikmah Islamisasi Ilmu Pengetahuan?
2.      Apasaja kah hikmah dari terjadinya Islamisasi Ilmu pengetahuan?












BAB II
PEMBAHASAN

A.      Pengertian Hikmah Terjadinya Islamisasi Ilmu Pengetahuan
Hikmah secara bahasa berasal dari bahasa arab yaitu حكم, يحكم, حكما atau الحكمة yang diserap menjadi bahasa Indonesia menjadi hikmah, sedangkan menurut KBBI hikmah memiliki arti kebijaksanaan, sakti atau kesaktian, arti atau makna yang dalam atau manfaat. Sedangkan secara istilah hikamah memiliki makna manfaat dari sesuatu kejadian perkara sekaligus tujuannya dan kebaikan-kebaikan ataupun nilai-nilai positif yang dapat kita petik dari terjadinya suatu perkara atau peristiwa.
Sedangkan makna atau pengertian dari “Hikmah Terjadinya Islamisasi Ilmu Pengetahuan” adalah manfaat atau kebaikan-kebaikan yang dapat kita petik dari Islamisasi ilmu pengetahuan.

B.       Hikmah Terjadinya Islamisasi Ilmu Pengetahuan
Dalam perjalanannya setiap suatu konsep atau ide pastilah akan menimbulkan kritikan-kritikan dari berbagai macap pihak, dan akan mengalami pro dan kontra. Namun terlepas dari itu semua konsep dari Islamisasi Ilmu Pengetahuan memiliki manfaat atau hikmah-hikmah yang dapat dipetik manfaatnya dalam kehidupan sehari-hari.
Diantara manfaat dan hikmah terjadinga Islamisasi Ilmu Pengetahuan adalah sebagai berikut:
a.         Mengembaliakan Ilmu Pengetahuan kepada Agama
Mengembalikan ilmu pengetahuan kepada agama yaitu mengembalikannya pada keimanan, dan lebih khusus lagi kepada tauhid.[7] Secara lebih gamblang, kuntowijoyo memaparkan tujuan tersebut, yaitu “berusaha supaya umat islam tidak begitu saja meniru metode-metode dari luar dengan mengembalikan pengetahuan pada pusatnya, yaitu tauhid.
Dengan mengembalikan pengetahuan kepada tauhid, berarti kita telah mengembalikan kebenaran-kebenaran yang telah di temukan oleh ilmu pengetahuan kepada nilai-nilai kebenaran wahyu yang berupa Al-Qur’an dan Hadis. Dengan demikian ilmu pengetahuan tidak hanya digunakan sebagai jawaban dari masalah-masalah yang terjadi dalam kehidupan, akan tetapi ilmu pengetahuan digunakan sebagai jawaban dan pembuktian terhadap kebenaran wahyu.
b.        Pemurnian Ilmu Pengetahuan
Ilmu pengetahuan yang terjadi di dunia barat saat ini banyak membawa sekulerisme, yaitu memisahkan nilai-nilai agama dengan ilmu pengetahuan, sehingga nilai-nilai agama semakin tidak di pedulikan. Menurut Syed Muhammad Naquib Al-Attas islamisasi adalah jawaban dari sekulerisasi ilmu pengetahuan.[8]
Dengan adanya islamisasi didalam ilmu pengetahuan maka akan terjadi pemurnian di dalam ilmu pengetahuan. Pemurnian ini bertujuan untuk melindungi umat Islam dari ilmu yang sudah tercemar dengan sekulerisme, yang dapat menimbulkan kekeliruan dan kesesatan. pemurnian ilmu juga dimaksudkan untuk mengembangkan kepribadian muslim yang sebenarnya sehingga menambah keimanannya kepada Allah, dan dengan pemurnian  tersebut akan terlahirlah keamanan, kebaikan, keadilan dan kekuatan iman.
c.         Solusi Terhadap Dualisme Sistem Pendidikan
Dualisme dalam sistem pendidikan yang terjadi pada saat ini, adalah promblem yang menjadi pekerjaan rumah yang harus diselesaikan dan di jawab oleh kaum muslimin. Dimana dalam perkembangannya sistem pendidikan pada saat ini terbagi menjadi dua aliran, yaitu sistem pendidikan moderen yang di bawa oleh barat dan sistem pendidikan Islam. Dengan adanya dualisme tersebut, terjadilah keadaan yang dilematis di kalangangan kaum muslimin, yaitu sistem pendidikan manakah yang akan mereka pergunakan.
Dari kedua sistem pendidikan di atas, masing-masing memiliki kekurangan dan kelebihan. Disatu sisi kita membutuhkan sistem pendidikan moderen yang dapat menjawab dan memenuhi kebutahan pendidikan di segala bidang mulai dari filsafat, kedokteran tehnologi informasi dan sebagainya. Disatu sisi lain juga kita membutuhkan sistem pendidikan Islam sebagai transformasi dari nilai-nilai ketuhanan, ahlaq, budi pekerti, kemanusiaan dan sebagainya. Pendidikan islam juga dibutuhkan sebagai pengembangan dan pengkajian khazanah islam sekaligus sebagai pertahanan dan keberlangsungannya nilai-nilai keislaman.
Dengan demikian Islamisasi ilmu pengetahuan, kata Al-Faruqi, adalah solusi terhadap dualisme sistem pendidikan kaum muslimin saat ini. Baginya dualisme sistem pendidikan harus dihapuskan dan disatukan dengan paradigma Islam.[9] Paradigma tersebut bukan imitasi dari barat, bukan juga untuk semata-mata memenuhi kebutuhan ekonomis dan pragmatis pelajar untuk ilmu pengetahuan profesional, kemajuan pribadi atau pencapaian materi. Namun paradigma tersebut harus di isi dan di tanamkan dengan visi misi dan nilai-nilai ke-Islaman.
Al-Faruqi mengatakan bahwa dengan adanya islamisasi ilmu akan tercipta sebuah pencapaian diantaranya:
1.      Penguasaan ilmu moderen.
2.      Penguasaan khazanah warisan Islam.
3.      Terbagunnya relevansi islam dengan masing-masing disiplin Ilmu moderen.
4.      Masuknya nilai-nilai dan khazanah warisan Islam secara kreatif kedalam ilmu moderen.

BAB III
KESIMPULAN

Hikmah adalah tujuan dan manfaat serta nilai-nilai positif yang dapat kita petik dari sebuah kejadian ataupun peristiwa. Sedangkan hikmah dari terjadinya islamisasi ilmu pengetahuan dapat diartikan sebagai nilai-nilai ataupun manfaat yang dapat kita petik dari peristiwa atau konsep tersebut.

Adapun hikmah dari terjadinya islamisasi ilmu pengetahuan adalah mengembalikan ilmu pengetahuan kepada Agama, memurnikan ilmu pengetahuan yang tercemar oleh sekulerisme dan westernisasi, dan sebagai dari adanaya dualisme didalam sistem pendidikan.







Daftar Pustaka

Kuntowijoyo. Islam sebagai Ilmu: Epistemologi, Metodologi dan Etika. (Yogyakarta: Tiara Wacana. 2007).
Muzani Syaiful (Editor). Islam Rasional: Gagasan dan Pemikiran Prof. Dr. Harun Nasution. Bandung: Mizan. 1995.

Bakar Osman. Tauhid dan Sains: Perspektif Islam tentang Agama dan Sains. Bandung: Pustaka Hidayah. 2008).

Budi Handrianto,  Islamisasi Sains,  Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2010







[1]  Lihat kata pengantar dari penerbit buku Kuntowijoyo. Islam sebagai Ilmu: Epistemologi, Metodologi dan Etika. (Yogyakarta: Tiara Wacana. 2007). hlm.v.
[2]   Ajaran-ajaran agama terbagi ke dalam dua kelompok besar. Pertama, ajaran-ajaran dasar dasar yang bersifat mutlak benar, kekal tak berubah dan tidak boleh dirubah. Kedua ajaran-ajaran hasil penafsiran manusia dari ajaran-ajaran dasar. Ajaran ini bisa berubah dan bisa diubah. Lihat Harun dalam Syaiful Muzani (Editor). Islam Rasional: Gagasan dan Pemikiran Prof. Dr. Harun Nasution. Bandung: Mizan. 1995. hlm.292.
[3]  Osman Bakar. Tauhid dan Sains: Perspektif Islam tentang Agama dan Sains. Bandung: Pustaka Hidayah. 2008). hlm. 29- 30.
[4] Kuntowijoyo. Islam. hlm. v.
[5]  Ibid. Hlm. 5.
[6]  Lihat Miftahul Huda di drmiftahulhudauin.multiply.com. Historisitas Islamisasi Ilmu Pengetahuan. (2009). hlm. 14 -15.
[7]  Kuntowijoyo. Islam.  hlm. v.
[8]  Budi Handrianto,  Islamisasi Sains,  Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2010, hal. 129
[9]  Ibid, hal. 139

I.                    PENDAHULUAN Dunia Islam kontemporer dimulai sejak tahun 1342-1420 H/1922-2000 M. [1] India adalah negeri yang...